Beranda | Artikel
Untaian 23 Faedah Seputar Tauhid dan Akidah (Bag. 8)
Minggu, 31 Maret 2024

Faedah 19. Batas amalmu

Bismillah.

Allah berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu ‘keyakinan’ itu.” (QS. Al-Hijr: 99)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,

قال البخاري : قال سالم : الموت
وسالم هذا هو : سالم بن عبد الله بن عمر 

Imam Bukhari mengatakan, ‘Salim berkata bahwa yang dimaksud ‘keyakinan’ di sini adalah kematian.’ Salim ini adalah Salim bin Abdullah bin Umar.”

Beliau juga menjelaskan,

عن سالم بن عبد الله : ( واعبد ربك حتى يأتيك اليقين ) قال : الموت
وهكذا قال مجاهد ، والحسن ، وقتادة ، وعبد الرحمن بن زيد بن أسلم ، وغيره

Dari Salim bin Abdullah mengenai makna firman Allah (yang artinya), ‘Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu keyakinan.’ Beliau (Salim) mengatakan ‘yaitu kematian’. Demikianlah tafsiran dari Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dan ulama lainnya.”

(lihat Tafsir Ibnu Katsir, Surah Al-Hijr ayat 99)

Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan,

ويستدل بها على تخطئة من ذهب من الملاحدة إلى أن المراد باليقين المعرفة ، فمتى وصل أحدهم إلى المعرفة سقط عنه التكليف عندهم . وهذا كفر وضلال وجهل ، فإن الأنبياء – عليهم السلام – كانوا هم وأصحابهم أعلم الناس بالله وأعرفهم بحقوقه وصفاته ، وما يستحق من التعظيم ، وكانوا مع هذا أعبد الناس وأكثر الناس عبادة ومواظبة على فعل الخيرات إلى حين الوفاة . وإنما المراد باليقين هاهنا الموت

Ayat ini juga menjadi dalil yang menunjukkan kekeliruan sebagian orang mulhid (kaum yang akidahnya menyimpang) yang menyatakan bahwa yang dimaksud keyakinan (dalam ayat itu) adalah ma’rifah (pengetahuan atau ilmu mengenai Allah). Maka, kapan saja seorang di antara mereka (mulhid/sufi ekstrim atau filsuf, pent) sampai pada derajat ma’rifah, gugurlah taklif (kewajiban agama) bagi mereka. Ini adalah kekafiran dan kesesatan sekaligus kebodohan.

Sesungguhnya para nabi ‘alaihimus salam dan para sahabat (murid mereka) adalah orang yang paling berilmu tentang Allah dan paling ma’rifah terhadap hak-hak-Nya dan mengerti keagungan sifat-sifat-Nya serta apa saja yang layak diberikan kepada-Nya berupa pengagungan. Meskipun demikian, mereka adalah orang yang paling tekun beribadah dan paling konsisten dalam melakukan kebaikan hingga datangnya kematian. Sesungguhnya yang dimaksud ‘keyakinan’ di dalam ayat ini adalah maut.

Demikian penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah.

Semoga bermanfaat.

Faedah 20. Dalih pelaku syirik

Bismillah.

Salah satu alasan yang sering dikemukakan oleh para pelaku syirik adalah bahwa mereka menujukan ibadah kepada selain Allah dalam rangka mencari syafaat untuk mereka di sisi Allah. Hal ini telah diterangkan dengan gamblang di dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman dalam surah Yunus ayat 18,

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka (orang-orang musyrik) itu beribadah kepada selain Allah yang tidak bisa mendatangkan bahaya ataupun manfaat bagi mereka. Mereka mengatakan/beralasan, ‘Mereka ini adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.’ Katakanlah, ‘Apakah kalian hendak memberitakan kepada Allah dengan sesuatu yang tidak diketahui-Nya di langit maupun di bumi?! Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa-apa yang mereka persekutukan.”

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menafsirkan,

يعني: أنهم كانوا يعبدونها رجاء شفاعتها عند الله

Maksudnya adalah mereka itu beribadah kepada mereka (sesembahan selain Allah) dengan harapan untuk bisa mendapatkan syafaatnya di sisi Allah.” (Tafsir Ath-Thabari, sumber: http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura10-aya18.html)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

وقد يغلط بعض الناس لجهله فيسمى دعوة الأموات والاستغاثة بهم وسيلة، ويظنها جائزة

وهذا غلط عظيم؛ لأن هذا العمل من أعظم الشرك بالله،

وإن سماه بعض الجهلة أو المشركين وسيلة

Sebagian orang keliru akibat kebodohannya sehingga menamai perbuatan berdoa kepada orang yang sudah mati dan memohon bantuan keselamatan kepada mereka sebagai wasilah (perantara). Mereka pun menganggap bahwa hal itu boleh-boleh saja. Padahal, ini adalah kekeliruan yang sangat besar. Karena perbuatan ini termasuk sebesar-besar syirik kepada Allah, walaupun sebagian orang yang bodoh atau kaum musyrik menyebutnya sebagai wasilah.

وهو دين المشركين الذي ذمهم الله عليه وعابهم به،

وأرسل الرسل وأنزل الكتب لإنكاره والتحذير منه،

وأما الوسيلة المذكورة في قول الله

 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ [المائدة:35]

فالمراد بها التقرب إليه سبحانه بطاعته،

وهذا هو معناها عند أهل العلم جميعا

Dan pada hakikatnya adalah seperti inilah agama yang dianut oleh kaum musyrikin yang dicela oleh Allah. Sebuah ajaran yang diingkari dan diperingatkan oleh para rasul dan diterangkan di dalam kitab-kitab suci.

Adapun makna ‘wasilah’ yang disebutkan dalam firman Allah (yang artinya), ‘Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah untuk menuju kepada-Nya.’ (QS. Al-Ma’idah: 35), yang dimaksud dengan wasilah di sini adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan kepada-Nya. Inilah makna yang dimaksud oleh ayat menurut para seluruh ulama.

Sumberhttps://binbaz.org.sa/fatwas

Dari sini, kita mengetahui bahwa perbuatan sebagian orang yang berdoa dan ber-istighatsah kepada selain Allah berupa jin atau orang yang sudah meninggal atau orang yang gaib (tidak hadir dan tidak terhubung secara langsung dengan sarana telekomunikasi) adalah termasuk syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Walaupun mereka beralasan bahwa itu dalam rangka mencari syafaat atau mencari wasilah kepada wali atau orang saleh.

Syekh Faishal Al-Jasim hafizhahullah menyebutkan 3 keadaan di mana berdoa kepada selain Allah itu dihukumi termasuk perbuatan syirik:

Pertama, apabila dia berdoa/meminta kepada makhluk, sesuatu yang tidak dikuasai, kecuali oleh Allah, seperti memberi petunjuk ke dalam hati, mengampuni dosa, memberikan keturunan, menurunkan hujan, dan sebagainya.

Kedua, apabila dia berdoa kepada orang yang sudah meninggal dan meminta kepadanya.

Ketiga, apabila dia berdoa kepada orang yang gaib (tidak hadir dan tidak berhubungan dengannya dengan sarana telekomunikasi). Karena tidak ada yang bisa meliputi semua suara, kecuali Allah. Tidak ada yang bisa membebaskan dari kesulitan dari jarak jauh, kecuali Allah. Karena hanya Allah yang mampu mendengar semua suara dari mana pun datangnya.

(lihat penjelasan beliau dalam Tajrid At-Tauhid min Daranisy Syirki, hal. 24-26)

Demikian sedikit catatan yang bisa kami sajikan -ldengan taufik dari Allah semata. Semoga bermanfaat bagi kita untuk menjauhkan diri dari syirik dan kekafiran. Wallahul musta’an.

Faedah 21. Ajaran pertengahan

Bismillah.

Syekh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak hafizhahullah memaparkan,

دين الإسلام توسط واعتدال، بين الغلو والتقصير. والغلو: مجاوزة الحد. والتقصير: هو نقص فيما يجب القيام به. فهذان مدخلان للشيطان على الإنسان، فالشيطان؛ إما أن يحمل الإنسان على الغلو في الدين؛ فيقع في التجاوز؛ فيبتدع في الدين ما لم يأذن به الله أو يحمله على التقصير بترك واجب، أو فعل محرم.

Agama Islam adalah ajaran yang mengajarkan sikap pertengahan dan proporsional, berada di antara sikap ghuluw/esktrim atau berlebihan dan taqshur/ sikap meremehkan. Ghuluw adalah sikap atau tindakan yang melampaui batas. Taqshir/meremehkan adalah mengurangi apa yang wajib untuk ditunaikan.

Kedua hal ini merupakan pintu gerbang setan dalam merusak manusia. Setan bisa jadi menggiring manusia untuk bersikap ghuluw dalam beragama sehingga dia terjerumus dalam perilaku melampaui batas/aturan sehingga membuat-buat sesuatu di dalam agama ini yang tidak mendapatkan izin dari Allah (bid’ah); atau bisa jadi setan menggiring manusia untuk bersikap taqshir/meremehkan ketaatan dengan cara meninggalkan yang wajib atau melakukan yang haram.

Kemudian, beliau melanjutkan,

والواجب الوقوف عند حدود الله، قال تعالى: تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا [البقرة:229] أي: بالتجاوز وهو الغلو.

وقال سبحانه: تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا [البقرة:187] وهي: المحرمات؛ فقربانها تقصير والغلو يجري في مسائل الدين كلها: الاعتقادية والعملية 

Adapun yang wajib adalah berhenti mengikuti batasan dan aturan Allah. Allah berfirman (yang artinya), ‘Itulah batasan-batasan Allah, maka janganlah kalian melanggarnya.’ (QS. Al-Baqarah: 229), maksudnya adalah larangan berbuat melampaui batas, yaitu ghuluw.

Allah juga berfirman (yang artinya), ‘Itulah batasan-batasan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya.’ (QS. Al-Baqarah: 187), maksudnya adalah jangan mendekati hal-hal yang diharamkan. Mendekati yang haram itu merupakan bentuk dari sikap taqshir/meremehkan ketaatan.

Adapun perbuatan ghuluw itu bisa menimpa dalam segala bidang urusan agama, baik dalam urusan akidah/ keyakinan maupun urusan amaliah/ perbuatan.

Sumberhttps://sh-albarrak.com/article/19654

Apabila kita mencermati bimbingan para ulama, niscaya akan tampaklah bagi kita bahwa segala bentuk kesesatan dan penyimpangan itu bersumber dari dua hal di atas. Yaitu, sikap ghuluw (melampaui batas atau berlebih-lebihan), atau sikap taqshir (meremehkan dan menyepelekan ketaatan). Di antara sebab sikap ghuluw itu semakin berkembang (bahkan salah satu sebab utamanya) adalah fitnah syubhat (kerancuan pemahaman). Inilah tipe kesesatan yang menjangkiti orang-orang yang memiliki semangat beragama semacam sekte Khawarij di masa lalu maupun Teroris berkedok jihad di masa kini.

Di antara sebab sikap taqshir itu semakin merebak dan meledak adalah akibat gelombang fitnah syahwat (ajakan pada hal-hal yang memuaskan hawa nafsu) dan hanyut dalam keharaman. Inilah jenis penyimpangan yang pada zaman ini, digerakkan dan diusung oleh mereka yang meneriakkan kebebasan dan kesetaraan dengan membawa baju liberalisme Islam dan sekulerisme. Mereka yang tidak rida dengan aturan Islam dan terkagum-kagum dengan peradaban barat.

Hari ini, kita telah menjumpai masa itu, masa di mana berpegang teguh dengan Sunnah dan syariat Islam dianggap sebagai musuh bangsa dan kemajuan umat. Hari di mana akidah Islam dituduh sebagai sebab pemicu konflik dan perpecah-belahan masyarakat. Padahal, Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa memberikan nasihat dan menghendaki kebaikan bagi masyarakat dan bangsanya.

Islam mengajarkan norma ketaatan kepada ulil amri dalam perkara yang makruf. Islam menjaga kewibawaan dan kehormatan penguasa serta menjunjung-tinggi keadilan bagi segenap manusia tanpa membedakan agama dan ras atau suku bangsa. Inilah perkara yang banyak tidak dipahami oleh manusia, sehingga mereka mengira bahwa Islam mengajarkan radikalisme dan menebarkan kebencian.

Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk menjadi muslim yang hakiki, yang tidak terjerumus dalam sikap ghuluw maupun sikap taqshir. Wallahul muwaffiq.

Kembali ke bagian 7: Untaian 23 Faedah Seputar Tauhid dan Akidah (Bag. 7)

Lanjut ke bagian 9: Bersambung

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.


Artikel asli: https://muslim.or.id/91667-untaian-23-faedah-seputar-tauhid-dan-akidah-bag-8.html